Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Baca Sebelum Anda Mendaki Puncak 29 Muria

 Halo sahabat traveler. Salah satu tempat yang indah yaitu puncak gunung nih. Selain rasa lelah yang terbayar dengan pemandangan indah saat berada di puncak, akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan juga. 

Puncak 29 gunung muria

Jawa tengah mah banyak banget gunung yang memiliki keindahan puncaknya, bahkan bukan cuma pemandangan alam saja yang akan kita lihat, biasanya banyak juga tuh petilasan-petilasan orang terdahulu.

Jadi apakah sahabat ingin ke puncak 29? Puncak ini memiliki nama lain juga yaitu Puncak Saptorenggo tetapi orang lebih sering menyebutnya puncak songolikur, yang masih dalam bagian gunung muria. Disini saya akan bercerita tentang pengalaman saya mendaki gunung muria lebih tepatnya puncak songolikur, yok lanjut.

Puncak songolikur atau puncak 29 merupakan puncak tertinggi kedua setelah puncak argopiloso, kata orang yang saya temui disana. Tetapi jika kita cari di google puncak songolikur adalah puncak tertinggi nih, jadi terserah sahabat milih yang mana.

Menurut data, ketinggian puncak songolikur yaitu 1602mdpl dan ketinggian puncak argopiloso yaitu 1581mdpl sedikit lebih rendah. 

Saat itu saya berangkat dari rumah sekitar jam 16:00 bersama rombongan naik mobil L300 dari daerah Winong Kidol. Tidak menempuh waktu yang lama, sekitar jam 18:00 kami sudah sampai tempat parkir. Untuk sampai disana kami melewati banyak tempat wisata, jadi sayang sekali jika sahabat hanya menyempatkan waktu yang sebentar.

Ada yang paling penting sobat ketahui nih yaitu disana tidak ada sama sekali signal, walaupun pakai kartu telkomsel. Pada saat itu yaitu bulan September 2020, tidak tau kalau saat sobat baca artikel ini.

Tapi tenang aja, disana ada wifi kok.

Puncak songolikur memiliki 6 base camp. Buat sobat yang fisiknya kurang kuat, sobat bisa menggunakan motor sampai base 4, atau menyewa ojek disana. Jalur dari base pertama sampai base 4 terbilang masih landai dan sudah di cor, tetapi tetep saja harus memiliki keberanian, karena tepi jalan jurang dan banyak tidak ada batas pengamannya.

Lebih baik jalan kaki saja, agar bisa menikmati pemandangan dengan puas.

Enaknya mendaki puncak songolikur yaitu terdapat warung dan tempat istirahat hampir disetiap base. Yang paling besar dan tepat untuk istirahat yaitu base 4, warungnya juga 24 jam, saat kami pertama kali mendaki juga heran dan seneng karena ada pondok terang berlampu tampak dari kejauhan. Pas udah deket eh ternyata ada warung besar dan terdapat juga Mushola. Sobat bisa mandi, beribadah, ngopi, bahkan tidur disana.

Kami mulai ndaki yaitu pukul 20:00, enaknya ndaki malam yaitu gak terasa, dan gak kepanasan, walaupun berkeringat ngucur tapi tetap cool.

Eh sepertinya bisa pakai motor sampai base 5, tapi saya kurang yakin sih, dan ini seingat saya ya. Karena setelah melewati base 5 disinilah saatnya pendakian yang sesungguhnya, lereng bebatuan yang terjal dan pemandangan yang sangat indah. Tetapi tidak lama kok, dari base 5 sampai puncak sekitar satu jam, yah kurang lebih tergantung kecepatan pendakian.

Oh ya, puncak songolikur memiliki tempat petilasan yang sangat banyak sobat, dan dipuncak songolikur juga terdapat tempat petilasan Sang Hyang Wenang dan petilasan Semar.

Ini yang saya suka dan tidak saya sangka, di puncak songolikur terdapat warung, buka 24  jam juga, sepasang suami istri yang jualan. Kami sampai puncak sekitar jam 00:00, dan langsung deh ngopi sambil bercerita dengan simbah yang jualan. Tak lama keluar tahu goreng yang masih panas baru mateng, ah makin mantap. 

Sobat juga bisa menginap di warung tersebut, ada tempat tersendiri buat pendaki yang tidak membawa tenda, karena kami juga tidak membawa tenda, cuma bawa tikar saja dan sarung bawa masing-masing. Sangat menolong sekali adanya warung tersebut. 

Di puncak juga ada toilet, tetapi saat musim kemarau akan kesusahan air, sobat harus beli di warung tersebut itupun jika ada. 

Hem apalagi ya, sabar saya ingat-ingat dulu.

Nah ini nih, yang termasuk penting juga. Jika sobat ingin menikmati matahari terbit maka sobat jangan melihat dari awan atau cuaca ya, karena disana tertutup awan. Alangkah baiknya sobat menunggu di luar atau ditempat petilasan eyang semar daripada menunggu di dalam warung. Biar gak ketinggalan kayak teman-teman saya. Dan lagi, matahari tidak selalu terlihat, bahkan terkadang terlihat hanya dalam hitungan detik. 

Ah pokoknya saya juga ingin kesana lagi. Walaupun saya bukan pendaki beneran kayak orang-orang gitu, ndaki cuma modal niat. Pakai sendal, celana pendek, jaket dan sarung. Pakai tas biasa gak kayak pendaki yang lengkap. Walaupun pas tidur kedinginan, embun pada netes.

Penutup, saya ingin menyampaikan jangan membuang sampah sembarangan selama pendakian, jaga tutur, jaga hati, jaga mata, jaga lingkungan dan budaya, tetep fokus, kalau capek berhenti aja banyak tempat istirahat kok. 

Arga Afik Masa kecil bersama simbah, suka berkelana di sawah, tidak begitu mewah tetapi sangat indah!